About Me

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Take the way you want and kick the threat. Running with full speed like a deer. And loud of laugh!

Rabu, 19 Januari 2011

Setetes Kasih

Aku melihat mentari tertutup kabut. Pagi ini kota ini diselimuti embun, dingin menusuk sendi. Pukul 04.30 aku sudah berdiri dipinggir jalan, menunggu bis yang akan mengantar ku bertemu dengan seseorang yang belum saya temui. Dia Renn, wanita yang ku kenal dari social network. Entah bagaimana mulanya, akhirnya kami berbincang dengan chatting. Aku mengenalnya sekitar 3 bulan terakhir ini. Dia tertutup namun aku merasa bahwa dia ingin sekali menceritakan beban yang ia pikul. Renn gadis yang ceria, ia hanya menceritakan kesehariannya tidak untuk masa lalunya, bahka cerita kemarin tidak akan dibahas lagi olehnya.

2 hari lalu, aku mengajaknya untuk bertemu, dorongan kuat itu memaksa ku untuk bertemu dengannya. Beberapa kali dia menolak untuk bertemu dengan ku, namun aku meyakinkannya bahwa aku sudah menjadi sahabat baik untuknya dan aku berjanji tidak akan menyakitinya. Dia pun percaya dan mau diajak untuk bertemu diakhir pekan ini.

Dia memilih sabtu pagi, dimana banyak orang memilih untuk di rumah. Kami ke salah satu taman ditengah kota.Langit masih gelap, aku masih bisa mendengar suara jangkrik bernyanyi. Aku masih bingung, kenapa dia memilih dihari yang masih gelap ini? Kenapa tidak sekalian malam hari? Hhhh… Entahlah. Aku sudah bersyukur ia mau bertemu dengan ku, barangkali aku bisa membantunya.

Hanya membutuhkan 20 menit menuju taman tengah kota. Aku kecepatan 10 menit. Ku cari tempat yang kami pilih untuk bertemu, di bawah jam besar. Ku percepat langkah ku. Ahh.. Seorang gadis duduk disana. Sangat manis. Rambutnya panjang lurus, kulitnya putih, mungil. Dia kah Renn? Aku ragu menghampirinya, kuperlambat langkah ku.

“Hai, Lily” Sapanya. Ternyata dia benar Renn.Dia tersenyum, tapi tatapannya kosong.

“ Renn?” Tanya ku, dia mengangguk. “Ternyata kau dating lebih cepat”

Dia mengangguk lagi. Terdiam. Atmosfer sedingin udara pagi ini. Sejuta pertanyaan ku hilang diselimuti kabut. Suasana menjadi kaku.

“ Kenapa kau ingin menemui ku?” Tanya Renn.

“Ohh…” Kenapa? Aku juga bingung. Naluri ku saja yang ingin membuat ku ingin menemui dia. “ Ehhmm, karena aku ingin bertemu sahabat baru ku. Kita sudah 3 bulan berteman, rasanya aneh jika kita belum bertatap muka” Yeaaah…. Alasan sederhana.

“Hanya itu?”

Aku mengangguk. “Aku suka memiliki banyak teman”

Dan terdiam lagi.

Di dunia maya memang aku yang aktif bertanya, namun itu bisa sambil berpikir di balik Komputer ku. Tapi sekarang, aku kesulitan mencari bahan pembicaraan.

“ Aku, memutuskan untuk berhenti sekolah semester lalu” Katanya. Aku berbalik memandangnya, dia mulai bercerita masa lalunya. “ Aku malu, semua teman sekolah melirik ku dengan tatapan aneh. Mereka sepertinya kasihan akan keadaan ku…”

Renn menceritakan kisah keluarganya. Dimana ibunya seorang wanita tuna susila dan ayahnya seorang pemabuk. Mereka bercerai saat Renn duduk di bangku smp. Mulai saat itu banyak yang mengetahui pekerjaan ibunya dan kekasaran sang ayah.

“ Mereka terlihat simpatik, padahal aku tau bahwa mereka sangat jijik kepada ku. Bahkan ada yang mengatakan langsung kejijikannya kepada ku.  Ayah seorang manager sebuah club. Hampir setiap hari aku di cela oleh ayah, beberapa kali ia menampar ku. He said I’m nothing. Ayah membawa ku hanya karena tidak ingin aku seperti ibu, tapi ia terus menerus mengatakan aku nomor 2 ibu. Perkataan kasar itu menusuk hati ku”.

Ia semakin menunduk, tetap bercerita sambil menahan isakannya. Aku masih berdiri didepannya. Ceritanya semakin panjang. Mengenai pamannya yang hampir menodainya, teman kencan ibu yang mencarinya, pukulan ayah yang membuat lebam di tangan dan pipinya, nilainya yang buruk, tidak memiliki teman. 6 bulan ini ia mengurung dirinya dirumah, tidak ada bioskop, mall, shopping, hangout. Mungkin ia lupa dengan gang rumahnya. Hati ku pedih mendengar ceritanya, hampir 1 setengah jam ia berbicara.

“ Mungkin hanya kau teman ku. Teman ku dibelakang layar” Lanjutnya. Tangannya masih meremas jari-jarinya. “ Itu pun karena kau tidak mengetahui ini semua”

Tatapan kosong dan cara berbicaranya yang sering diberi jeda memang membuatnya terlihat seperti gadis yang mengalami depresi berat, mungkin kasarnya sedikit tidak normal. PAdahal dia terlihat begitu manis.

Air matanya mengalir dengan deras, aku tahu dia menahannya sedari tadi. Ia kesulitan melanjutkan bercerita karena isakannya. Aku semakin teriris. Ku peluk dia. Ku biarkan dia membasahi punggung ku. 10 menit tangisnya tidak mereda. Lutut ku sakit menahan badannya. Ingin sekali menyudahinya, namun hati ku bersikeras melepas pelukan ini. Ia membutuhkan pundak ku.

Waktu menunjukan pukul 06.30, Mentari mulai menunjukan rupanya. Ia berhenti terisak, ku lepas pelukan ku.

“ Aku tidak berarti” Lanjutnya. “ Aku tidak dibutuhkan”

“ Renn, kamu tau betapa berharganya diri mu?” Tanya ku. Dia tetap terdiam, sepertinya dia tau jawabannya. “ Baiklah. Jika kamu menganggap kalau dirimu tidak berharga, bagaimana orang lain mau menganggap mu berharga?”

“ Karena orang lain menunjukan betapa tidak berharganya aku, penyebab pemikiran itu muncul” dia menggeleng “ Tidak, bukan pemikiran, kenyataan”

“ Apakah kau yakin mereka menganggap mu tidak berharga?” Tangannya digengam semakin erat. “ Dengar, kaluarlah. Cari kehidupan mu, dan kau akan menemukan begitu banyak orang  yang akan menerima mu”

“ Keluar? Aku akan semakin banyak menerima perlakuan tidak manusiawi” Katanya dengan nada tinggi. Kali ini dia berdiri. Menyentuk batang pohon besar di dekat jam besar.

“ Dan kau berpikir aku salah satu dari mereka yang kau pikirkan?” dia melirik ku sekilas.

“ Entah”

Aku kembali menghampirinya, ku pegang tangannya. “ Renn, kau begitu berharga. Jika memang tidak ada seorangpun yang menginginkan mu, masih ada Tuhan yang membela mu. Kasihnya tidak berhenti pada mu”

Dia tertawa kecil menyindir.

“ Aku tidak bercanda”

Renn menatap ku tajam. “ Tuhan? Tidak terlihat” Katanya. “ Kalau DIA memang ada, DIA takkan membuat ku seperti ini!”

“ Bagaimana kau bisa melihatnya jika kau tidak mengenalnya?” Ku pastikan dia tertarik dengan pembicaraan ini.

“ Mengenalnya? Aku bisa mengenalnya?”

Aku mengangguk pasti. “ Kau mau?”

Renn ragu. Sepertinya dia menganggap ku bodoh. Berjumpa dengan Tuhan? Omong kosong! Mungkin itu pemikirannya. “ Kau bercanda…”

“ Aku serius. Aku mengalami perjumpaan dengannya. Dan hidup ku berubah”

“ Lily, DIA itu DEWA! Mana mungkin kita bisa bertemu dengannya. Apa kau punya six sense?”

Aku ingin tertawa! Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat. “ Kau bisa bertemu dengannya, kapan pun. Asalkan kau mau bertemu dengannya”. Renn ragu, tapi aku yakin dia mencari sosok Tuhan. Dia butuh.  “ Aku akan membantu mu”

Renn malu, atau putus asa? Aku tidak perduli. Aku begitu mengasihi dia, terlepas apapun masa lalunya, keburukannya, dosanya, aku tidak perduli. Aku hanya perduli bagaimana menyelamatkannya. “ Kita hanya perlu berdoa. Maukah kau berdoa?”

Mukanya semakin bingung. “ Berdoa?” Tanyanya. Aku mengangguk. “ Kita tidak ingin makan seperti yang dilakukan kebanyakan orang di TV-TV”.

Kali ini aku hanya menutupi rasa ingin tertawa ku dengan senyum. “ Tidak Renn, berdoa tidak hanya ketika kita ingin makan. Berdoa adalah napas hidup kita. Disinilah kita bisa bertemu Tuhan. Kau mau bertemu denganNYA?” Renn masih tidak ingin menjawab. Ku raih tangannya, ku ajak dia duduk kembali. Aku berdoa untuknya. Mengajaknya mengampuni orang-orang yang membuatnya terluka, menerima Yesus sebagai juruselamatnya, mengampuni diri sendiri dan menerima dirinya. Agak sulit melepaskan ikatan-ikatan dalam dirinya. Butuh 40 menit untuk mengatakan amin.

Matanya sembab, bibirnya kering, dan terlihat ia begitu kecapaian. “ Apa yang kau rasakan”

Ia memandang ku dengan tatapan tidak percaya “Itukah DIA?” TAnyanya.

“ Kau bertemu denganNYA?”

Renn mengangguk. “ Sosok putih itu? DIA menghapus air mata ku, dan mengatakan bahwa DIA begitu mencintai ku”

Aku tersenyum gembira. “ Maukah kau berkunjung kerumahNYA, besok”

“ RumahNYA? Dimana?”

“ Aku akan menjemput mu besok ditempat ini, pukul 10.00”

Aku berbalik sambil tersenyum puas.
Sesampai dirumah, ku nyalakan laptop ku. Sebuah pesan muncul. Dari Renn

Dear Lily. Terima kasih sudah mau menjadi teman ku selama 3 bulan ini. Aku tidak tau bagaimana wujud asli mu. Tapi aku yakin kau baik. Mungkin. Jika pagi ini kau tidak menemui ku, mungkin kau bisa ke rumah ku: Rev Street 1032. Itu pun kalau jasad ku belum terpendam ditanah. Aku memutuskan untuk keluar dari dunia ini. Mungkin ada dunia lain yang bisa menerima ku. Sepertinya aku begitu hina sehingga banyak yang menolak ku. Lily, aku mohon selamatkan mereka yang mengalami hal seperti aku. Aku tidak bisa berbuat banyak. Sekali lagi, terima kasih. Sampai berjumpa di tempat selanjutnya. -Renn- .”

Aku tersentak. Pesan itu ditulis pukul 00.00 am. Dia berusaha mengakhiri hidupnya hari ini! Air mata ku menetes deras. Jika aku tidak memaksanya untuk bertemu, apakah hari ini dia akan meninggal? Dan tidak selamat?

Tuhan, terima kasih, karena kasih MU yang tidak terbatas. Terima kasih 1 jiwa ini KAU selamatkan. Tak terbayang jika aku tidak taat untuk mengajaknya bertemu. Terima kasih, Tuhan, terima kasih.




Penting untuk di ketahui: Saat menghadapi penculikan

Penting untuk di ketahui: Saat menghadapi penculikan

Jumat, 14 Januari 2011

And you, Mom

Mama, apa yang harus ku katakan mengenai mu?
Aku teringat akan kasih sayang mu saat aku kecil dulu
Kau yang merawat ku saat demam menghampiri ku
Kau kecup pipi ku saat aku berangkat sekolah
Kau suapi aku selepas kau pulang bekerja
Kau yang mengajari ku bagaimana cara berhitung dan membaca
Kau jagai aku dari pergaulan yang membahayakan masa depan ku
Kau yang berdoa setiap masa ujian datang
Kau yang memeluk ku saat aku merasa kesedihan
Kau yang selalu memasang telinga mendengarkan seribu cerita kehidupan ku
Kau yang menemani ku ke toko pakaian dan sepatu untuk dipakai di hari pertama kuliah
Kau, kau kau dan kau.....

Ma, aku sudah beranjak dewasa, aku sudah bisa mencari nafkah sendiri
Aku mau tetap bersama mama
Aku mau mama tetap menjadi seorang yang selalu menghangatkan jam malam ku
Aku mau lihat mama tersenyum di usia mu yang membuat pipi mu berkerut
Aku mau mama melihat ku di pelaminan
Melihat aku melahirkan anak pertama dan kedua ku
Aku mau mama

Mama, tetaplah tersenyum...
Meskipun masalah itu menghampiri
Tetaplah berdiri teguh dan berlari sekuat tenaga,
Walau keringat untuk mencapai tangga itu terlihat sia-sia
Ingatlah tidak ada yang sia-sia dalam usaha mama

Mama lihat sekarang?
Aku bisa berdiri dengan tegak
Aku bisa berjalan bahkan berlari dengan cepat
Aku mau menjadi tongkat saat mama tak bertenaga
Bersemangatlah ma....
Karena hari ini, esok ataupun lusa, kita akan bersama-sama melangkah

With love
-me-

Center Of My Joy Chords and Lyrics – True Worshippers

Center Of My Joy Chords and Lyrics – True Worshippers

XtraOrdinary People in XtraOrdinary Moment

KANAN KIRI OKE! SENYAM SENYUM TIAP SAAT...

Cari dana untuk penjangkauan KKR Mahasiswa Jakarta.
Mau banyak jiwa datang? Hukum bayar harga masih berlaku euuy :)


Hahahha, Expresikan aksimu..... Menurut anda ini gaya apa ya?

Afer Ibadah Minggu. Kebetulan setiap bulan ada BIG DAY,
Jadi NARSIS tetep di jga. EHEHEHE....
Kiri: *Mei, Ghea, Nata, Ka Imel, Sovie, MEli, Icha, Risha

Mau Liburan pun tetep harus ada nilai2 yang membangun.
Ini waktu kami liburan kekediri, kebersamaan!
Kiri: *OO, Ka Moe, Ka Tari, Memey, Pepito, Betet, Bang Alex.
XTRAORDINARY PEOPLE

Rabu, 12 Januari 2011

Komunitas yang Memberkati dan Diberkati

Aku masih berjalan mencari lorong untuk keluar dari labirin ini. Aku diputar dan diputar ditempat yang sama. Aku merasa bosan untuk berjalan ditempat, aku lelah, malas, muak untuk ini semua. Perasaan ini menganggap semua ini sia-sia, kebahagian yang kurasa percuma dan tidak berguna.

Saat itu umur ku sekitar 19 tahun, aku masih menjajaki akhir semester di kampus. Hidup ku tidak buruk, semua berjalan dengan baik. Keluarga ku baik-baik saja, aku tidak kekurangan dalam keuangan. Uang kuliah ku selalu diselesaikan tepat waktu. Aku tidak terjerumus dalam pergaulan buruk, teman ku baik-baik saja. Tidak perlu aku menutup muka untuk nilai akademis ku.

Tapi entah mengapa aku merasa kosong.
Senyum, tawa, canda, air mata yang ku rasa, sepertinya itu omong kosong.
Tidak ada sesuatu yang berarti.

Aku tergerak untuk mencari tempat dimana aku bisa keluar dari kotak kecil ini. Semakin aku mencari, semakin aku ingin bermain sepuasnya.

Saat itu, saat dimana aku hampir ditarik gelombang, aku dipertemukan oleh sebuah komunitas kecil, hanya terdiri dari beberapa orang. Berbeda sekali dengan tempat dimana aku dan keluarga ku bergereja. Gereja yang besar dengan kuantitas yang tak terhitung dengan kasat mata.

Komunitas itu terdiri dari beberapa orang yang hancur hati, kehidupannya yang bisa dianggap sampah oleh orang lain. Ada pemakai narkoba, jatuh dalam dosa perzinahan, keluarga yang berantakan, pergaulan bebas, penyembahan berhala, dll. aku melihat dengan jelas, sampah-sampah itu di tampung. Komunitas itu menerima sehancur apapun hati mereka.

Aku masuk dalam katagori itu, aku dibelai dan dimandikan dari lumpur. Perlahan aku diberikan bubur yang hangat, perut ku yang kelaparan terasa hangat. Aku mulai kenyang, dan mudah lapar jika diberikan bubur. Sesaat kemudian, makanan ku diganti menjadi nasi, lebih keras. Aku berusaha untuk mengunyahnya, lebih lama, namun tenaga ku semakin kuat.

Seperti itulah yang kurasakan. Aku diberi asupan rohani, dari yang ringan terlebih dahulu, aku dibantu untuk mengalami pemulihan dengan BAPA, diajarkan untuk berdamai dengan diri ku sendiri. Setelah otot rohani ku mulai menguat, aku diberikan asupan agak keras. Semakin hari, semakin sering aku bertemu dengan komunitas ini, semakin aku sering berkomunikasi dengan BAPA, semakin aku diberkati.

Aku bersyukur Tuhan pertemukan aku dengan komunitas ini. Dimana setiap bagian mau berusaha untuk melupakan kepentingan mereka dan berpikir kebutuhan remaja disekeliling mereka. Mau membayar harga untuk memberkati. Dan aku tau, semakin kita memberkati semakin Tuhan melipatgandakan untuk diberkati.

Komunitas ini memberkati dan diberkati luar biasa. Dari segelintir orang, tahun demi tahun, Tuhan berkati dengan kesetiaan pekerja, serta banyak yang hancur hati berubah menjadi sukacita.

Terima kasih Tuhan, aku mau terus bersama mu, dimana pun aku ditempatkan. Aku mau menjadi saluran berkat mu. Aku mau menjadi Extraordinary Place, bersama komunitas MU.

Seperti Penjala

Hidup itu, cukup indah… Meskipun sering kali aku merasa seperti perahu kecil ditengah laut diberbagai musim. Terkadang tenang tanpa ombak, berombak kecil, atau ombak besar menghamipiri. Tapi bagi ku, itulah nikmatnya hidup. Ada sesuatu yang berbeda, karena aku mau menjadi seseorang yang berbeda, ada sesuatu yang harus ku tempuh dan keselesaikan.

Ya, aku seperti nelayan, hidup memang harus seperti nelayan. Kecil, bukan siapa-siapa, dan hanya diperlengkapi perahu kecil dan jaring sederhana. Namun aku harus menangkap ikan, yang banyak. Untuk bisa di nikamati satu kampung, oh tidak, satu negara mungkin, bahkan beberapa negara. Itu hanya dengan perahu kecil dan keberanian ku menghadapi laut, banyak orang bisa makan makanan sehat.

Kadang aku sedih dan tidak bersemangat saat ikan-ikan itu tidak kunjung terperangkap dalam jala ku, bukan hanya 1-2 hari, bisa 1-2 minggu. Itu sangat mempengaruhi hari-hari kehidupan ku, juga masyarakat lain.  Atau bisa melimpah ruah hasil tangkapan ku, aku senang sekali, dan sangat bersemangat besok harinya untuk menangkap ikan.

Kelesuan ku saat musim kering membuat ku kesulitan membangkitkan kobaran semangat ku. Tapi anehnya, seringkali aku panik saat semangat ku padam. Aku tidak suka jika tidak bersemangat, karena itu membuat ku merasa hidup ini begitu sulit, padahal seperti kata ku diawal tadi, hidup itu indah, cukup indah bagi ku jika aku bersama DIA. Sepertinya aku tidak butuh apa-apa lagi jika DIA ada di sisi ku. Kekurangan-kekurangan dalam hidup ini bagi ku hanya menjadi penyemangat aku untuk naik ke level yang lebih tinggi.

Bayangkan, kalau kita memiliki sosok yang sempurna, sosok yang bisa memberikan segalanya yang terbaik untuk kita, sosok yang menemani, menjagai hidup kita, tiap menit tiap detik. Apa lagi yang kurang? Asalkan aku setia dan taat, semua pasti diberikan pada ku, bahkan yang tidak terpikirkan bagi ku. Karena dia sosok yang detail, yang tau kebutuhan ku sampai se kecilnya.

Aku butuh DIA, butuh DIA  untuk menemani mengendalikan perahu kecil ku melawan ombak, butuh DIA untuk berbagi hidup atas suka duka hari ku, dan sangat membutuhkan DIA untuk mengambil setiap keutusan.

Aku mau bersama dengannya, melewati badai dan menangkap ikan-ikan di laut. Yaah, ikan-ikan, karena aku adalah penjala ikan, dan akan menjadi seperti petrus, penjala manusia. Yeahh, Please walk eith me cause I need YOU, LORD.....

Goresan kata untuk Sahabat

Segores kata-kata yang terangkai sesaat waktu kosong menghampiri.
Sewaktu kecil aku berpikir bahwa sahabat yang baik adalah mereka yang mau memberikan permen mereka, mengajak aku bermain boneka dan menemani ku ke toilet saat disekolah.
Meranjak remaja, pemikiran ku bertambah, sahabat yang baik itu adalah mereka yang mau menjadi telinga disaat aku mengalami pergumulan, selalu bersama di akhir minggu, membantu ku dalam ujian dan tugas-tugas sekolah, juga membantu ku mendekati seorang yang menarik hati ku.
Saat kedewasaan menghampiri ku, aku mengerti sahabat yang baik adalah mereka yang selalu ada di saat tawa ataupun menangis, membangkitkan aku saat aku terjatuh, menjadi weker saat aku tertidur akan kesalahan ku. Dan sahabat itu adalah seseorang yang mau memukul ku dengan tongkat saat aku menyimpang ke kanan dan ke kiri.
Dan aku ditambahkan akan pengertian itu, dimana sahabat akan menerima aku dalam keadaan apapun. Memberikan ku waktu untuk berubah dan terpenting, "dia tetap mengasihi ku, apapun yang telah terjadi pada ku", siapapun aku, bagaimanapun aku, dimanapun aku, dia selalu menjadi bagian untuk ku.
Seperti kertas putih yang membutuhkan goresan tinta didalamnya, begitupun sahabat dalam ku. Butuh goresan tuk mengisi hidup ku, dengan rangkaian kata positif dan tekanan tinta yg menyakitkan untuk membuat kertas putih itu berwarna.
Sahabat, aku mau kau.
Sahabat, menjadi sosok yang membantu langkah menjadi lebih baik.
Sahabat, tidak hanya menerima momen baik saja, tapi ada saat keterpurukan.